ENAM MITOS DALAM PEMBELAJARAN KOLABORATIF YANG SALAH
MENURUT JONSON AND JONSON, 1984 : 73
1. Sekolah seharusnya menekankan persaingan.
Mitos ini adalah
persaingan yang tidak sehat, karena
seharusnya untuk meningkatkan prestasi belajar, siswa harus saling mendukung untuk bekerjasama. Bukan
saling menjatuhkan satu sama lainnya yang pada akhirnya akan merugikan kelompok
itu sendiri.Untuk meraih prestasi siswa harus saling bekerjasama, berdiskusi,
saling bertukar pendapat dalam suasana belajar yang sangat menyenangkan.
pembelajaran
kolaboratif adalah sebagai strategi motivasi yang mencakup semua situasi
belajar, dimana siswa bekerja dalam kelompok untuk mencapai tujuan belajar
tertentu dan saling bergantung untuk berhasil mencapai tujuan. Forsy, McMillan
(1994) menekankan motivasi intrinsik sebagai elemen kunci dalam mengajar dan
belajar, seperti halnya Wlodowski, inklusi, melahirkan kompetensi, dan
meningkatkan makna dalam diri siswa yang beragam.
Pembelajaran
kolaboratif membentuk suasana kerjasama dan membantu sekolah (Deutsch 1975).
Pembelajaran kolaboratif memfokuskan perhatian pada prestasi kelompok maupun
individu. Kerja tim adalah modus operandi dan mendorong kerja sama
antar-kelompok. Bahkan ketika kompetisi kelompok digunakan (Slavin 1987), tujuannya
adalah untuk membantu menciptakan lingkungan yang positif.
Fungsi dari
pembelajaran kolaboratif adalah untuk membantu siswa menyelesaikan perbedaan
secara damai. Mereka perlu diajarkan bagaimana untuk menantang ide-ide dan
untuk mempertahankan posisi mereka tanpa pernyataan personalisasi mereka.
Di kelas kolaboratif,
siswa dapat diberikan peran dalam rangka membangun saling ketergantungan dalam kelompok-kelompok. Peran-peran ini
sering menjadi jenis teori motivasi masyarakat dan telah menunjukkan atau
membuktikan bahwa penerapan secara langsung di dalam kelas dengan kelompok
kecil yang memecahkan masalah dalam kehidupan siswa akan meningkatkan motivasi
untuk belajar (Wlodowski 1985)
Pembelajaraan
kolaboratif meningkatkan ketekunan siswa dan kemungkinan berhasil menyelesaikan
tugas (Felder 1997). Ketika individu terjebak mereka lebih cenderung untuk
menyerah, namun kelompok jauh lebih mungkin untuk menemukan cara untuk terus
berjalan. Konsep ini diperkuat oleh Johnsons (1990 p121) yang menyatakan,
“Dalam situasi belajar, sasaran prestasi siswa berkorelasi positif, siswa dalam
kelompok belajar juga mencapai tujuan mereka. Dengan demikian, siswa mencari
hasil yang bermanfaat bagi semua orang dengan siapa mereka terkait bekerja
sama.
2. Siswa yang berkemampuan di bebani dengan
bekerja dalam kelompok belajar yang heterogen.
Mitos ini tidaklah
benar karena tidak selamanya siswa yang berkemampuan bisa dalam segala hal,
tanpa ada kekurangan dalam dirinya. Siswa yang berkemampuan tinggi seharusnya
tidak dibebani dengan tugas yang berat, melainkan siswa tersebut saling
membantu dan membimbing satu sama lainya. Dengan pembelajaran kolaboratif siswa
bisa saling mengisi satu sama yang lain
Pembelajaran
kolaboratif mendorong interaksi siswa di semua tingkat (Webb 1982). Penelitian
telah menunjukkan bahwa ketika siswa berkemampuan tinggi bekerja dengan siswa
dari kemampuan yang lebih rendah, manfaat pertama dengan adanya pembelajaran
kolaboratif siswa yang berkemampuan dapat saling bekerjasa dengan siswa yang
kurang berkemampuan dan manfaat kedua dengan melihat pendekatan
untuk pemecahan masalah dimodelkan oleh peer (Johnson & Johnson 1985,
Swing, Peterson 1982: Hooper & Hannafin, 1988).
Pemanasan dan
pembangunan kegiatan kelompok membantu siswa untuk memahami perbedaan mereka
dan mereka pun belajar bagaimana untuk memanfaatkan diri mereka sendiri dari pada
menggunakannya untuk pertentangan.
3. Setiap anggota melakukan tugas dan mendapat
nilai yang sama
Mitos ini tidaklah benar
karena siswa tidak bisa mengerjakan pekerjaan yang sama dengan kecepatan yang
sama pula. Setiap siswa memiliki intelegensi daya tangkap dan pemahaman yang
berbeda. Seharusnya siswa bekerja sesuai dengan kemampuan dan kecepatan yang
dimilikinya.
Siswa yang memiliki
kemampuan yang lebih dapat mengerjakan tugas lebih banyak dari pada siswa yang
memiliki keterbatasan kemampuan. Pengamatan kredibilitas dari seorang guru
tetap ada, mana siswa yang berkemampuan lebih tinggi akan mendapat poin nilai
tambahan dari nilai tugas kelompok yang di berikan.
Selama proses
kolaboratif, siswa dapat terlibat dalam mengembangkan prosedur kurikulum dan
kelas (Kort 1992). Mereka sering diminta untuk menilai diri sendiri, kelompok
mereka, dan prosedur kelas (Meier & Panitz 1996).
Guru dapat mengambil
keuntungan dari masukan formatif tanpa harus menunggu hasil ujian atau evaluasi
saja. Siswa yang berpartisipasi dalam penataan kelas menganggap kepemilikan
dari proses dan pendapat mereka serta diberikan pengamatan kredibilitas.
Fokus utama dalam
pembelajaran kolaboratif adalah proses belajar dan mereka berarti kelompok
dengan fungsi individual yang independen dan dalam. Tingginya tingkat interaksi
dan saling ketergantungan antara anggota kelompok mengarah ke “dalam” daripada
belajar “permukaan” (Entwistle dan Tait, 1994), dan lebih menekankan pada
pembelajaran yang lebih tinggi.
Pembelajaran
kolaboratif adalah terpusat pada siswa, menyebabkan penekanan pada belajar
serta mengajar dan untuk kepemilikan lebih dari tanggung jawab siswa untuk
belajar itu. pengujian kompetitif untuk
menilai kompetensi dan hirarki penilaian berdasarkan “orientasi nilai” bukan
“orientasi belajar” (Lowman, 1987).
4. Nilai kelompok di bagi dengan jumlah
anggota kelompok
Mitos ini tidaklah
benar karena nilai kelompok menetapkan hasil kerja sama dari tiap anggota
kelompok sehingga wajar bila nilai satu kelompok harus dibagi rata dengan
sesama anggota kelompok.
Sekurang – kurangnya
terdapat lima unsur dasar agar dalam suatu kelompok terjadi pembelajan
kolaboratif, :
Saling
ketergantungan positif. Dalam pembelajaran ini setiap siswa harus merasa bahwa
ia bergantung secara positif dan terikat antar sesama anggota kelompoknya
dengan tanggung jawab yaitu: menguasai bahan pelajaran, dan memastikan semua
anggota kelompoknya pun menguasainya. Mereka merasa tidak akan sukses bila
siswa lain juga tidak sukses.
Interaksi langsung
antar siswa.Hasil belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan adanya komunikasi perbal antar siswa. Saling
berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar.
Pertanggung jawaban
individu,
Agar dalam suatu kelompok siswa dapat menyumbang, mendukung dan membantu satu
sama yang lain, setiap siswa di tuntut harus menguasai materi yang di jadikan
pokok bahasan. Dengan demikian setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk
mempelajari pokok bahasan dan bertanggungjawab pula terhadap hasil belajar
kelompok.
Keterampilan
berkolaborasi.Keterampilan sosial siswasangat penting dalam pembelajaran
kolaborasi . siswa dituntut berketerampilan berkolaborasi sehingga dalam
kelompok tercipta interaksi yang dinamis untuk saling belajar dan membelajarkan
yang merupakan bagian dari pembelajaran kolaboratif.
Keefektifan
proses kelompok. Siswa memproses keefektifan kelompok belajar dengan cara
menjelaskan tindakan mana yang dapat menyumbang belajar dan mana yang tidak
serta membuat keputusan- keputusan tindakan yang dapat di lanjutkan atau yang
perlu di ubah.
5.Belajar kolaboratif itu mudah.
Mitos ini tidaklah benar karena belajar
kolaboratif bersifat komplek banyak aspek yang dinilai, bukan hanya hasil
belajar melainkan sikap, keterampilan dan kerjasama yang baik dalam kelompok. Untuk itu diperlukan
instrumen penilaian yang khusus. Dengan demikian siswa aktif dalam belajar dan
guru juga bertugas untuk membimbing, mengarahkan dan mengawasi.
Pembelajaran
kooperatif panggilan inheren untuk manajemen diri sendiri oleh siswa (Resnick
1987). Dalam rangka untuk berfungsi dalam kelompok, siswa dilatih untuk siap
dengan tugas dan mereka harus memahami materi yang akan mereka memberikan
kontribusi untuk kelompok mereka. Mereka juga diberi waktu untuk proses
perilaku kelompok seperti memeriksa satu sama lain untuk membuat tugas
pekerjaan rumah, memastikan tidak hanya selesai tetapi dipahami. Interaksi ini
promotif membantu siswa teknik manajemen belajar mandiri.
Pembelajaraan
kooperatif meningkatkan ketekunan siswa dan kemungkinan berhasil menyelesaikan
tugas (Felder 1997). Ketika individu terjebak mereka lebih cenderung untuk
menyerah, namun kelompok jauh lebih mungkin untuk menemukan cara untuk terus
berjalan. Konsep ini diperkuat oleh Johnsons (1990 p121) yang menyatakan,
“Dalam situasi belajar, sasaran prestasi siswa berkorelasi positif, siswa dalam
kelompok belajar juga mencapai tujuan mereka. Dengan demikian, siswa mencari
hasil yang bermanfaat bagi semua orang dengan siapa mereka terkait bekerja
sama.
6. Sekolah dapat
berubah hanya dalam sekejab.
Mitos ini tidaklah
tepat, karena mustahil karena perubahan memerlukan waktu yang lama dan bertahap
dimulai dari perencanaan, program, evaluasi, dan diakhiri tindak lanjut.
Keterbatasan
Pembelajaran Kooperatif (Wina Sanjaya,
2008: 250-251) Untuk memamhami dan
mengerti filsofis pembelajaran kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak
rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan
memahami filsafat kooperatif. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan.
Contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang
memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim
bekerja sama dalam kelompok.
Ada keterbatasan
pembelajaran kooperatif ini seperti dalam ( Wina Sanjaya, 2008: 250-251 )yaitu:
Untuk memahami dan
mengerti filosofis pembelajaran kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak
rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan
memahami filsafat kooperatif. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan
mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki
kemampuan. Sehingga keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim bekerja sama
dalam kelompok.
Penilaian yang
diberikan dalam pembelajaran kooperatif didasarkan pada hasil kerja kelompok.
Namun demikian guru perlu menyadari, bahwa seharusnya hasil atau prestasi yang
diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
Keberhasilan dalam
pembelajaran kolaboratif dalam upaya mengembangkan kecerdasan berkelompok
memerlukan periode waktu yang cukup panjang. Dan hal ini tidak mungkin dapat
tercapai hanya satu kali.
Walaupun kemampuan
kerjasama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi
banyak aktifitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan pada kemampuan secara
individual. Oleh karena itu, idealnya melalui pembelajaran kooperatif selesai
siswa belajar bekerjasama siswa juga harus belajar bagai mana membangun
kepercayaan diri.
Jadi dari penjelasan
di atas untuk pembelajaran kolaboratif tidak semudah membalik telapak
tangan tetapi butuh waktu dan mempunyai
proses yang sangat panjang.
TUJUH PILAR PRINSIP BELAJAR YANG MENGOPTIMALKAN
HASIL BELAJAR DAN
MENJANJIKAN KITA DAPAT
MEREBUT POTENSI PUNCAK YANG
DIINGINKAN :
1.MEMILIKI
ARAH YANG JELAS DAN TERPOKUS
Memiliki arah yang
jelas dan terpokus sangat lah penting bagi seorang guru sebelum malakukan
proses pembelajaran, guru menjelaskan dengan membuat perangkat pembelajaran
dengan memilih model atau metode yang tepat dengan tujuan untuk mengoptimalkan
hasil belajar, hal ini berkaitan erat dengan kurikulum.
Pada dasarnya,
kurikulum adalah cara untuk membantu para pendidik memikirkan pekerjaan yang menjadi tanggung
jawab mereka sebelum, semasa, dan sesudah mereka melaksanakannya; yakni sebagai
alat yang memungkinkan para pendidik untuk memberikan penilaian terhadap arah
dari pekerjaan yang mereka lakukan. Inilah apa yang dikatakan oleh Stenhouse.
Setidak-tidaknya,
kurikulum harus memberikan dasar bagi perencanaan sebuah mata pelajaran,
pengkajiannya secara empiris dan memberikan dasar-dasar untuk menjustikasinya.
Ia harus menawarkan:
Dalam
perencanaan
Prinsip penseleksian
materi/isi, yakni apa yang harus dipelajari dan diajarkan.Prinsip-prinsip dalam
mengembangkan strategi mengajar – bagaimana caranya materi itu dipelajari dan
diajarkan.
Prinsip-prinsip
dalam pengambilan keputusan tentang urutan materi.
Prinsip-prinsip yang
dijadikan dasar untuk mendiagnosa kekuatan dan kelemahan masing-masing siswa
dan untuk membedakan prinsip-prinsip umum 1, 2 dan 3 disebutkan di atas.
Dalam
kajian empiris
Prinsip-prinsip yang
diajadikan dasar untuk mengkaji dan mengevaluasi kemajuan para
siswa.Prinsip-prinsip yang dijadikan dasar untuk mengkaji dan mengevaluasi
kemajuan para guru. Bimbingan
tentang kelayakan implimentasi kurikulum pada konteks sekolah, konteks siswa,
lingkungan dan peer group yang
berbeda-beda.
Informasi tentang
keberagaman dampak dari konteks yang berbeda-beda itu terhadap siswa yang
berbeda dan pemahaman tentang penyebab dari variasi-variasi tersebut.
2.
MENGEMBANGKAN 3 POTENSI MANUSIA SECARA UTUH
DAN BERKESINAMBUNGAN
Terdapat 3 potensi yang harus dikembangkan dalam diri
siswa secara utuh yaitu:
1.
Pengembangan
pengetahuan ( koknitif ).
2.
Pengembangan sikap (
Afektif ).
3.
Dan pengembangan
keterampilan ( psikomotor ).
Dalam proses
pembelajaran terdapat klasifikasi hasil dari proses itu, yaitu antara lain:
·
10 % dari yang kita
dengar
·
20 % dari yang kita
baca
·
30 % dari yang kita
lihat
·
50 % dari yang kita
lihat dan kita dengan
·
70 % dari yang kita katakan
·
90 % dari yang kita
katakan dan lakukan
3. BERSIAP UNTUK
MENJADI PEMENANG
Setelah
siswa meraih tiga potensi tersebut dan selalu mengembangkan kemampuannya mereka
siap untuk bersaing baik di lingkungan sekolah maupun dilingkungan masyarakat.
Dan juga mampu di
bersaing dunia usaha atau dunia industri.
4.
MEMILIKI IMPIAN YANG SELALU BERGELORA
Guru selalu
mempunyai ide atau gagasan dalam menciptakan suasana yang menyenangkan dalam
proses pembelajaran, juga menciptakan inovasi yang kreatif dalam proses
pembelajaran. Sebagai mana kewajiban seorang guru dalam landasan UU RI No. 20
pasal 40 ayat (2) itu adalah :
Menciptakan suasana
pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif dinamis dan logis. Mempunyai komitmen
secara propesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan memberikan teladan
dan menjaga nama baik lembaga, propesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan
yang di berikan
Siswa di harapkan
selalu meningkatkan potensinya, dengan memiliki keterampilan – keterampilan,
cita – cita yang tinggi dan selalu optimisme.
5.SELALU BERUSAHA MERETAS BANGKITNYA
KEMALASAN DAN KETERTINGGALAN.
Motivasi belajar
merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau
menggerakan seseorang untuk belajar sesuatu atau melakukan kegiatan untuk mencapai suatu
tujuan
Seorang guru harus
dapat membangkitkan semangat para siswa dengan selalu berpedoman pada perkembangan
zaman atau perkembangan teknologi.
Payaman J.
Simanjuntak (2001:199) mengatakan bahwa, motivasi dalam sekolah merupakan proses
bagaimana menumbuhkan dan menimbulkan dorongan supaya seseorang berbuat atau
belajar.Motifasi berarti suatu perangsang atau dorongan dari dalam (inner
drive) yang menyebabkan seseorang membuat sesuatu.
6. BERUSAHA
MENJADI YANG TERBAIK
Seorang guru di harapkan mampu untuk menjadi guru yang profesional, yaitu selalu mengupayakan kecerdasan bangsa ini tidak terlepas dari tanggung jawab seorang
guru. Dengan penuh dedikasi dan loyalitas, guru berusaha membimbing dan membina
anak didik agar di masa datang menjadi orang berguna bagi nusa dan bangsa.
Menurut Wahyuningsih dan Zein ( 2005 )menyebutkan ciri-ciri propesional,
berdasarkan kutipan dari : T. Raka
Joni
a. menguasai visi yang mendasari keterampilan
b. mempunyai wawasan filosofi
c. mempunyai pertimbangan rasional
d.memiliki sifat positif serta mengembangkan mutu kerja
CV Good :
a. memerlukan persiapan dan pendidikan khusus bagi pelaku
b. memiliki kecakapan profesional sesuai dengan persyaratan yang telah dilakukan (organisasi profesi dan
pemerintah
c. mendapat pengakuan dari masyarakat dan pemerintah.
7. MENJADI DIRI SENDIRI
Penjelasan : seorang guru harus mempunyai
pribadi yang teguh akan pendirian , menjadi diri sendiri, tidak terpengaruh
terhadap yang lain.Berkarya dengan karya sendiri dan tidak meniru karya orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar