BAB I
TEORI
BELAJAR DAN TEORI MEDIA PEMBELAJARAN
A.
Teori
Belajar
Salah satu teori atau
pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme
adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori
perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar
tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap
perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan
intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam
mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak
berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Lebih jauh Piaget
mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang,
melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada
seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan
tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999:
61).
Berkaitan dengan anak dan
lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam
Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut:
(1)
siswa
tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan,
(2)
belajar
mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,
(3)
pengetahuan
bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal,
(4)
pembelajaran
bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas,
(5)
kurikulum
bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan
sumber.
Pandangan tentang anak dari
kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori
belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam
pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan
skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan
skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan
sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).
Dari pengertian di atas,
dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara
interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau
lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
Berikut
adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan
intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap
perkembangan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan;
(1) perkembangan intelektual
terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang
sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan
dengan urutan yang sama,
(2) tahap-tahap tersebut
didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan,
pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang
menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan
(3) gerak melalui tahap-tahap
tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang
menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur
kognitif yang timbul (akomodasi).
Berbeda dengan kontruktivisme
kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky
adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan
sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah
diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam
penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky
adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada
lingkungan sosial dalam belajar.
Adapun
implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi,
1999: 63) adalah sebagai berikut:
(1)
tujuan
pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu
atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan
yang dihadapi,
(2) kurikulum dirancang
sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan
keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan
memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan
(3) peserta didik diharapkan
selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru
hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi
yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Sebagaimana telah dikemukakan
bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat
dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa
siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan
kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan
sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan
sesuai dengan kehendak guru.
Sehubungan dengan hal di
atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar
konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat
kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah
mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Kedua pengertian di atas
menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses
pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui
lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa
seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada
apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu
materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi
terjadinya proses belajar tersebut. Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu
yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3)
mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu :
(1) siswa mengkonstruksi
pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki,
(2) pembelajaran menjadi lebih
bermakna karena siswa mengerti,
(3) strategi siswa lebih
bernilai, dan
(4) siswa mempunyai kesempatan
untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan
temannya.
Dalam
upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20)
mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai
berikut:
(1) memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,
(2) memberi kesempatan kepada
siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif,
(3) memberi kesempatan kepada
siswa untuk mencoba gagasan baru,
(4) memberi pengalaman yang
berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa,
(5) mendorong siswa untuk
memikirkan perubahan gagasan mereka, dan
(6) menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif.
Dari beberapa pandangan di
atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar
konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan
pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah
diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan
untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan
akomodasi.
B. Teori
Media Pembelajaran
Seiring perkembangan teknologi informasi pada zaman ini, ada keputusan
penting yang harus dilakukan seorang guru untuk memastikan kapan belajar
mengintegrasikan teknologi dan media menjadi pembelajaran. Ledakan informasi
mensyaratkan bahwa guru harus menentukan cara untuk memberi pengalaman
kepada peserta didik di mana mereka mampu membangun pemahaman mereka
tentang dunia di sekitar mereka. Guru merencanakan dan mengelola sistem
pembelajaran untuk memastikan bahwa masing-masing peserta didik dapat bersaing
dan sukses. (Kuhn & Udell,2001)
Guru memiliki pengaruh penting
bagi peserta didik, dimana guru memilih Strategi pembelajaran yang dapat
mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Oleh karena itu, guru harus selektif
dalam memilih strategi pembelajaran tersebut. Teori dasar dan penelitian dalam
pengajaran menunjukkan bahwa guru berfungsi sebagai panduan untuk meningkatkan
belajar peserta didik (Marzano, Pickering, & Pollock, 2001). Dalam
memandu, guru harus tanggap dalam melakukan pendekatan untuk membantu peserta
didik belajar dengan efektif dalam membantu mereka untuk mencapai hasil
pembelajaran yang dimaksud.
Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi
menyampaikan pesan (Bovee, 1997 ). Media merupakan bentuk jamak dari kata "medium"
yang berasal dari bahasa latin yang berarti "antara". Istilah media dapat
kita artikan sebagai segala sesuatu yang menjadi perantara atau penyampai informasi dari pengirim pesan
kepada penerima
pesan.
Berbicara mengenai media tentunya kita akan mempunyai
cakupan yang sangat
luas, oleh karena itu saat ini masalah media kita batasi ke arah yang relevan dengan masalah pembelajaran saja atau
yang dikenal sebagai media pembelajaran. Briggs menyebutkan bahwa media adalah
segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang
siswa untuk belajar. Sementara itu Schramm berpendapat bahwa media
merupakan teknologi pembawa informasi atau pesan instruksional
yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar dan dibaca. Dengan demikian media pembelajaran adalah sebuah alat
yang berfungsi
untuk menyampaikan pesan pembelajaran.
Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara
pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau
media. Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi
pembelajaran yang ada dalam kurikulum
yang dituangkan oleh pengajar atau fasilitator atau sumber
lain ke dalam
simbol-simbol komunikasi, baik simbol verbal maupun simbol non
verbal atau visual.
Untuk menyampaikan pesan pembelajaran dari guru kepada
siswa, biasanya guru menggunakan alat bantu mengajar (teaching aids) berupa gambar,
model, atau alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman
konkrit, motivasi belajar, serta mempertinggi daya serap atau yang kita kenal sebagai alat bantu visual.
Penggunaan media dalam pembelajaran dapat membantu anak
dalam memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa. Penggunaan media dalam
pembelajaran dapat mempermudah siswa dalam memahami sesuatu yang abstrak menjadi lebih konkrit. Hal
ini sesuai dengan pendapat Jerome S Bruner bahwa siswa belajar melalui tiga tahapan yaitu
enaktif, ikonik, dan simbolik. Tahap enaktif yaitu tahap dimana siswa
belajar dengan memanipulasi benda-benda konkrit. Tahap ikonik yaitu suatu tahap dimana siswa belajar dengan menggunakan
gambar atau videotapes. Sementara tahap simbolik yaitu tahap dimana siswa belajar dengan menggunakan
simbol-simbol.
Prinsip tahapan pembelajaran dari Jerome S Bruner ini
dapat kita terapkan dalam "Kerucut Pengalaman" atau "cone of
experience" yang dikemukan
Edgar Dale pada tahun 1946, seperti yang dapat kita lihat pada gambar berikut ini:
Gambar 1: Diagram Pengalaman Dale
Dalam sebuah presentasi, sebuah sumber
menyajikan, mendramatisasi, atau menyebarkan informasi kepada pemelajar.
Komunikasi dikendalikan oleh sumber, dengan respon segera yang terbatas atau
interaksi dengan pemelajar. Seorang guru yang menyajikan presentasi mungkin
menyelipkan pertanyaan, di mana para siswa mungkin langsung menjawabnya atau
diharuskan menjawab. Atau, para siswa bisa bertanya ketika bahan pengajaran
sedang disajikan. Guru bisa memilih untuk mengendalikan interaksi di dalam
presentasi. Sumber informasi juga bisa berupa buku ajar, situs internet,
rekaman audio, video, dan lainnya. Membaca buku, mendengarkan rekaman audio,
melihat tayangan video, dan menyimak perkuliahan merupakan contoh-contoh dari
strategi presentasi.
Keuntungan
1.
Menyajikan (hanya) sekali. Anda hanya harus
menyajikan informasi sekali saja bagi seluruh siswa untuk mendengarkannya.
2. Strategi mencatat. Siswa bisa
menggunakan sejumlah strategi mencatat untuk menangkap informasi yang
disajikan.
3. Sumber informasi. Sumber daya
teknologi dan media bisa bertindak sebagai sumber informasi berkualitas.
4. Presentasi siswa. Para siswa
bisa menyajikan informasi yang telah mereka pelajari ke seluruh kelas.
Keterbatasan
1.
Sulit bagi beberapa siswa. Tidak seluruh siswa
merespon dengan baik terhadap format presentasi untuk mempelajari informasi.
2. Berpotensi membosankan. Tanpa
interaksi, presentasi bisa menjadi sangat membosankan
3. Kesulitan mencatat. Para siswa
mungkin harus belajar bagaimana mencatat hal-hal penting dari presentasi.
Kesesuaian umur. Para siswa
yang berusia lebih muda mungkin mengalami kesulitan mengikuti presentasi yang
panjang.
Dalam latihan dan praktik, para pemelajar
dibimbing melewati serangkaian latihan praktis yang dirancang untuk menyegarkan
kembali atau meningkatkan penguasaan pengetahuan konten spesifik atau sebuah
keterampilan baru. Strategi ini mengasumsikan bahwa para pemelajar telah
menerima instruksi mengenai konsep, prinsip, atau prosedur yang akan mereka
praktikkan. Agar efektif, latihan dan praktik harus menyertakan umpan balik
untuk memperkuat respon yang benar dan memperbaiki kesalahan yang mungkin
dibuat para pemelajar di sepanjang penerapannya. Tujuan dari latihan dan
praktik adalah bahwa para siswa akan menguasai atau mempelajari informasi tanpa
kesalahan.
Keuntungan
1.
Umpan balik untuk memperbaiki (corrective
feedback). Para siswa mendapatkan umpan balik sebagai tindak perbaikan atas
respon mereka.
2. Memisah-misah informasi. Informasi
disajikan dalam potongan kecil, yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menelaah kembali bahan-bahan pelajaran dalam potongan kecil.
3. Praktik yang telah terbentuk.
Praktik dibentuk menjadi potongan-potongan kecil informasi, yang memberikan
kesempatan kepada siswa utnuk langsung mencoba pengetahuan baru melalui
cara-cara yang positif.
Keterbatasan
1.
Repetitif. Tidak seluruh siswa merespon
dengan baik sifat repetitif dari latihan dan praktik.
2. Berpotensi membosankan.
Beberapa materi latihan dan praktik berisi terlalu banyak hal, yang artinya
para siswa bisa menjadi bosan karena terlalu banyak pengulangan.
Potensi belajar. Jika seorang
siswa melakukan kesalahan yang sama, menerapkan materi latihan dan praktik
tidak membantu siswa dalam belajar.
Over Head Transparancy (OHT ) adalah media
visual proyeksi, dibuat di atas bahan transparan, biasanya film acetate
atau plastik berukuran 8,5 x 11 inchi. Media ini memerlukan
alat khusus untuk memproyeksikannya yang dikenal dengan sebutan Over Head Projector (OHP ). Beberapa keuntungan penggunaan OHT sebagai media pembelajaran diantaranya adalah:
1.
gambar yang diproyeksikan lebih jelas bila
dibandingkan jika digambarkan
di papan tulis
2.
ruangan tidak perlu digelapkan
3.
sambil mengajar, guru dapat berhadapan
dengan siswa
4.
mudah dioperasikan sehingga tidak memerlukan
bantuan operator
5.
menghemat tenaga dan waktu karena dapat
dipakai berulang-ulang
6.
praktis dapat digunakan untuk semua ukuran
kelas atau ruangan
Projektor
yang tak tembus pandang, karena yang diproyeksikan bukan bahan transparan tetapi bahan-bahan yang tidak
tembus pandang (opaque). Kelebihan media ini sebagai media pembelajaran adalah bahwa bahan cetak pada buku, majalah, foto, grafis, bagan atau diagram dapat diproyeksikan
secara langsung tanpa dipindahkan ke permukaan
transparansi terlebih dahulu.
Kelebihan projektor tak tembus pandang adalah:
1.
dapat digunakan untuk hampir semua bidang studi yang ada di
kurikulum
2.
dapat memperbesar benda kecil menjadi
sebesar papan sehingga bahan yang semula hanya untuk individu menjadi untuk
seluruh kelas
BAB. II. ANALISIS KELAS
Pedoman untuk mewujudkan tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang sesuai
dengan harapan, yakni dengan melakukan suatu perencanaan yang sistematik dengan
mengintegrasikan teknologi dan media. Salah satu model perencanaan
pembelajaran yang sistematik adalah model ASSURE. Dengan model ini diharapkan
kita dapat merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Perencanaan pembelajaran model ASSURE dikemukakan oleh
Sharon E. Maldino, Deborah L. Lowther dan James D. Russell dalam bukunya edisi
9 yang berjudul Instructional Technology & Media For Learning.
Perencanaan pembelajaran model ASSURE meliputi 6 tahapan sebagai berikut:
A.
Analyze
Learners
Tahap pertama adalah menganalisis pembelajar. Pembelajaran biasanya kita
berlakukan kepada sekelompok siswa yang mempunyai karakteristik tertentu.
Ada 3 karakteristik yang sebaiknya diperhatikan pada diri pembelajar, yakni:
1. Karakteristik Umum
Yang termasuk dalam karakteristik umum adalah usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pekerjaan, etnis, kebudayaan, dan faktor sosial ekonomi.
Karakteristik umum ini dapat digunakan untuk menuntun kita dalam memilih
metode, strategi dan media untuk pembelajaran. Sebagai contoh akan diambil
siswa kelas X SMK Negeri 1 Tambusai yaitu :
Sekolah : SMK Negeri 1 Tambusai
Kelas/Semester : X ( sepuluh ) / 2 (dua )
Mata Pelajaran : Kompetensi Kejuruan
Standar
Kompetensi : Membibitkan Tanaman
Perkebunan
Kompetensi
Dasar : Menyiapkan Lokasi Pembibitan
Tanaman Perkebunan
Dari karakteristik
yang ada pada siswa tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
No
|
Karakteristik Siswa
|
Penjelasan
|
1
|
Usia
|
Pembelajar yang mengikuti pembelajaran ini rata-rata berusia 15 – 16
tahun
|
2
|
Jenis Kelamin
|
Pembelajar Kelas X ( sepuluh ) Jurusan Agribisnis Tanaman Perkebunan SMK
Negeri 1 Tambusai berjumlah 32 orang yang terdiri dari 14 orang siswa
laki-laki dan 18 orang siswa perempuan
|
3
|
Tingkat
Pendidikan
|
Tingkat pendidikan orang tua dari pembelajar Kelas X ( sepuluh ) Jurusan
Agribisnis Tanaman Perkebunan adalah SD sampai SMP
|
4
|
Pekerjaan
|
Pekerjaan orang tua dari pembelajar Kelas X (sepuluh) Jurusan Agribisnis
Tanaman Perkebunan adalah Petani dan buruh kebun
|
5
|
Etnis
|
Pembelajar Kelas X (sepuluh) Jurusan ATP SMK Negeri 1 Tambusai, mempunyai
etnis antara lain : Melayu, Batak, Jawa, Mandailing
|
6
|
Kebudayaan
|
Kultur budaya yang dimiliki siswa sudah membaur dan merata walaupun berbeda
latar belakang adat istiadat
|
7
|
Sosial
Ekonomi
|
Sosial ekonomi peserta pembelajar berada pada level ekonomi menengah ke
bawah
|
Dengan melihat
kondisi pembelajar yang memiliki kemampuan membaca yang kurang dan bersifat
heterogen maka media yang dapat untuk mengakomodir semua karakteristik
pembelajar adalah dengan slide power point, latihan dan praktik
2. Spesifikasi Kemampuan Awal
Berkenaan dengan pengetahuan dan kemampuan yang sudah dimiliki pembelajar
sebelumnya. Informasi ini dapat kita peroleh dengan memberikan entry
test/entry behavior kepada pembelajar sebelum kita melaksanakan
pembelajaran. Hasil dari entry test ini dapat dijadikan acuan tentang
hal-hal apa saja yang perlu dan tidak perlu lagi disampaikan kepada pembelajar.
Ketika akan memulai suatu perencanaan pembelajaran, anggapan pertama bahwa
siswa belum menguasai pengetahuan atau keahlian yang diperlukan adalah salah. Realisasi pendapat ini bahwa
pengajar harus mempunyai asumsi bermacam-macam tentang kompetensi awal melalui
arti informal (misalnya pertanyaan dalam kelas atau interview luar kelas) atau
arti lebih formal (misalnya tes dengan standart atau tes dari guru). Tes awal
merupakan assesment, keduanya formal dan informal, yang menentukan apakah siswa
mempunyai keahlian penting yang harus dimiliki.
Dalam hal ini, siswa diberikan
tes awal yang berisikan tentang
materi-materi tentang menyiapkan lokasi pembibitan tanaman perkebunan. Materi yang terdiri dari arti penting lokasi pembibitan, pemilihan lokasi pembibitan, persyaratan
lokasi pembibitan dan cara menyiapkan lokasi pembibitan. Dari tes yang diberikan 75 %
siswa mempunyai bekal yang cukup untuk mengikuti materi selanjutnya. 25 % siswa
lagi perlu bimbingan khusus untuk mampu mengikuti materi Menyiapkan Lokasi Pembibitan Tanaman.
3. Gaya Belajar
Gaya belajar timbul dari kenyamanan yang kita rasakan secara
psikologis dan emosional saat berinteraksi dengan lingkungan belajar, karena itu
gaya belajar siswa ada yang cenderung dengan audio, visual, atau kinestetik.
Berkenaan gaya belajar ini, kita sebaiknya menyesuaikan metode dan media
pembelajaran yang akan digunakan.
Gaya belajar berpengaruh pada ciri-ciri psikologi
yang berpengaruh pada respon siswa terhadap beberapa stimulus, misalnya:
keinginan, bakat, kecenderungan pada visual atau audiotori, dan sebagainya.
Variabel gaya belajar didiskusikan dalam literatur dapat dikategorisasikan
seperti preferensi pemahaman dan kemampuan, kebiasaan memproses informasi,
faktor motivasi, dan faktor psikologi.
Siswa di kelas ini mempunyai kecendrungan kemampuan
logika rendah, kemampuan terlibat dan
berbuat lebih berkembang, kemampuan visual juga berkembang. Siswa lebih suka
belajar dengan melihat dan mempraktikkan
langsung serta lebih cepat mengikuti pembelajaran jika dijelaskan secara detail oleh guru dengan menggunakan power point. Siswa juga mempunyai semangat jika diberikan
kesempatan untuk menyelesaikan masalah secara berkelompok dengan teman yang lainnya. Dilihat dari segi motivasi,
siswa kurang termotivasi baik dari lingkungan keluarga dan masyarakat, sehingga sangat diperlukan perhatian yang penuh dari guru dalam memotivasi siswa.
Dilihat dari gaya belajar yang
dimiliki siswa kelas X SMK Negeri 1 Tambusai ini, maka media yang bisa membangkitkan motivasi dan mengembangkan
kemampuan yang dimiliki siswa adalah menggunakan media presentasi powerpoint, latihan dan praktik.
B.
State Standards
and Objectives
Tahap kedua adalah merumuskan standar dan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai. Standar diambil dari Standar Kompetensi yang sudah ditetapkan. Hasil pembelajaran apa yang
diharapkan tercapai pada masing-masing siswa? Lebih jelasnya, Kemampuan baru
seperti apa yang harus siswa miliki saat selesai pembelajaran? Sebuah tujuan
adalah bukan pernyataan dari apa yang guru rencanakan untuk memulai pembelajaran
tetapi apa yang seharusnya siswa peroleh dari pembelajaran. Dalam
merumuskan tujuan pembelajaran, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Dengan menggunakan format ABCD
A adalah audiens,
siswa yang menjadi peserta didik
kita. Instruksi yang kita ajukan harus fokus kepada apa yang harus dilakukan
pembelajar bukan pada apa yang harus dilakukan pengajar, B (behavior)
– kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan baru yang harus dimiliki pembelajar
setelah melalui proses pembelajaran dan harus dapat diukur), C (conditions)
– kondisi pada saat performa pembelajar sedang diukur, dan D adalah degree
– yaitu kriteria yang menjadi dasar pengukuran tingkat keberhasilan pembelajar.
2. Mengklasifikasikan Tujuan
Tujuan pembelajaran yang akan kita lakukan cenderung ke domain mana? Apakah
kognitif, afektif, psikomotor, atau interpersonal. Dengan memahami hal itu kita
dapat merumuskan tujuan pembelajaran dengan lebih tepat, dan tentu saja akan
menuntun penggunaan metode, strategi dan media pembelajaran yang akan
digunakan.
3. Perbedaan Individu
Berkaitan dengan kemampuan individu dalam menuntaskan atau memahami sebuah
materi yang diberikan/dipelajari. Individu yang tidak memiliki kesulitan
belajar dengan yang memiliki kesulitan belajar pasti memiliki waktu ketuntasan
belajar (mastery learning) yang berbeda. Kondisi ini dapat menuntun kita
merumuskan tujuan pembelajaran dan pelaksanaannya dengan lebih tepat.
Adapun yang menjadi Tujuan Dalam Pembelajaran ini dapat dibagi menjadi
sebagai berikut:
Kognitif :
-
Siswa mampu
menjelaskan arti penting lokasi pembibitan
-
Siswa mampu
menjelaskan persyaratan lokasi pembibitan
Afektif :
-
Siswa mampu
mengobservasi lokasi pembibitan
-
Siswa mampu
menjelaskan tata cara menyiapkan lokasi
Psikomotor :
-
Siswa mampu melakukan praktik menyiapkan lokasi
pembibitan
Intrapersonal :
-
Siswa mampu berdiskusi dengan teman sebaya untuk menyiapkan lokasi pembibitan
-
Siswa mampu mengahargai pendapat teman sebaya
C.
Select
Strategies, Technology, Media, and Materials
Tahap ketiga dalam merencanakan pembelajaran yang efektif adalah memilih
strategi, teknologi, media dan materi pembelajaran yang sesuai. Strategi
pembelajaran harus dipilih apakah yang berpusat pada siswa atau berpusat pada
guru sekaligus menentukan metode yang akan digunakan. Yang perlu digarisbawahi
dalam point ini adalah bahwa tidak ada satu metode yang paling baik dari
metode yang lain dan tidak ada satu metode yang dapat
menyenangkan/menjawab kebutuhan pembelajar secara seimbang dan menyeluruh,
sehingga harus dipertimbangkan mensinergikan beberapa metode.
Memilih teknologi dan media yang akan digunakan tidak harus diidentikkan
dengan barang yang mahal. Yang jelas sebelum memilih teknologi dan media kita
harus mempertimbangkan terlebih dahulu kelebihan dan kekurangannya. Jangan
sampai media yang kita gunakan menjadi bumerang atau mempersulit kita dalam
pentransferan pengetahuan kepada pembelajar.
Ketika kita telah memilih strategi, teknologi dan media yang akan
digunakan, selanjutnya menentukan materi pembelajaran yang akan digunakan.
Langkah ini melibatkan tiga pilihan: (1) memilih materi yang sudah tersedia dan
siap pakai, (2) mengubah/ modifikasi materi yang ada, atau (3) merancang materi
dengan desain baru. Bagaimanapun caranya kita mengembangkan materi, yang
terpenting materi tersebut sesuai dengan tujuan dan karakteristik si
pembelajar.
Adapun strategi
pembelajaran yang digunakan adalah sebagai berikut :
Model Pembelajaran : Pembelajaran CTL ( inquiry )
Metode Pembelajaran : Ceramah, tanya jawab (diskusi), latihan dan praktik
Media & Bahan : Sesuai dengan karakteristik siswa
dan kemampuan siswa yang telah dipaparkan sebelumnya, maka media yang digunakan
pada pembelajaran ini adalah Media Power Point.
Media Power point digunakan untuk menarik
perhatian siswa dengan berbantukan komputer dan LCD Proyektor yang telah
tersedia di sekolah. Selain itu, guru juga menyediakan waktu bagi siswa untuk memaparkan hasil diskusi mereka dalam
penyiapan lokasi pembibitan yang menjadi materi pembelajaran kali ini.
D.
Utilize
Technology, Media and Materials
Tahap keempat adalah menggunakan teknologi, media dan material. Pada tahap
ini melibatkan perencanaan peran kita sebagai guru/dosen dalam menggunakan
teknologi, media dan materi. Untuk melakukan tahap ini ikuti proses “5P”,
yaitu:
1. Pratinjau (previw)
Mengecek teknologi, media dan bahan yang akan digunakan untuk pembelajaran
sesuai dengan tujuannya dan masih layak pakai atau tidak. Guru memeriksa terlebih dahulu bahan ajar yang telah
dipersiapkannya dan meninjau kembali apakah sudah sesuai dengan tujuan dan
kondisi siswa
2. Menyiapkan (prepare) teknologi,
Media dan materi yang mendukung pembelajaran kita. Sangat penting pula
untuk menyiapkan media dan bahan ajar untuk mendukung aktifitas pembelajaran
yang direncanakan. Dalam menyiapkan bahan ajar, langkah pertama adalah
mengumpulkan semua materi dan peralatan yang akan diperlukan, kemudian
menentukan urutan penggunaan bahan ajar dan medianya. Dalam hal ini, guru
mempersiapkan laptop, LCD Proyektor, white board, meninjau sambungan listrik,
mempersiapkan bahan dan peralatan praktik, spidol, dan hal lainnya yang
mendukung proses pembelajaran. Dalam pembelajaran menggunakan media power
point, Smaldino, dkk memberikan urutan perancangan materi visual melalui power point, sebagai berikut:
Perancangan:
1. Memilih jenis huruf, ukuran dan warna yang sesuai dan
mudah dibaca
2. Menggunakan latar belakang yang berwarna terang dengan
huruf yang berwarna gelap
3. Judul diletakkan pada bagian tengah atas slide
4. Menggunakan komunikasi yang singkat, kata-kata pada
slide seminimum mungkin. Jika masih ada kata yang lebih banyak lagi sebaiknya
digunakan slide berikutnya.
5. Gunakan sebuah tamplate untuk membuat sebuah format
visual yang konsisten
6. Kurangi fitur-fitur yang mengganggu konsentrasi siswa,
seperti lonceng dan peluit yang berlebihan
7. Gunakan gambar yang sesuai
8. Gunakan transisi atau proses bergantinya slide ke
slide berikutnya dengan konsisten, dan hindari suara berisik dengan transisi
9. Gunakan bangunan yang sederhana. Efek bangunan
merupakan bagaimana teks atau gambar diperkenalkan dalam satu slide
10. Jangan terlalu berlebihan dalam menggunakan efek
animasi
11. Gunakan suaranya hanya jika bisa meningkatkan
presentasi anda
12.
Dapat juga menggunakan catatan kaki untuk
mengidentifikasi slide
Tahap Pelaksanaan
1.
Membuka
aplikasi Microsoft power point
2.
Memilih
tamplate atau background
3.
Mengamati
gambar dengan seksama serta mengidentifikasi proses atau bagian dari gambar
yang perlu diketahui oleh siswa
4.
Mulai menuliskan
materi, namun harus diingat bahwa slide yang dibuat harus runtut
5.
Memilih warna
background dan warna tulisan yang tepat, sehingga dalam penyampaian slide yang
ditampilkan terlihat jelas
6.
Menggunakan efek animasi yang serasi dan indah,
sehingga pembelajaran menjadi menarik
7.
Mengecek ulang apakah ada kesalahan letak atau
pemberian efek anmasi yang tidak sesuai
Tahap Akhir
Setelah pembuatan slide presentasi selesai, hasil dapat dilihat dengan
menggunakan slide show yang merupakan hasil keseluruhan presentasi. Dalam
pembelajaran di kelas akan diproyeksikan dengan menggunakan LCD proyektor.
3.
Mempersiapkan (prepare)
lingkungan belajar.
Mempersiapkan (prepare) lingkungan belajar perlu dilakukan sehingga
mendukung penggunaan teknologi, media dan materi dalam proses pembelajaran. Dimanapun
kegiatan pembelajaran baik di kelas, lab, pusat media, lapangan atletik, dll
sangat perlu dipersiapkan dan diatur kesesuaiannya dengan penggunaan bahan ajar
dan medianya. Beberapa faktor sering dianggap remeh adalah keadaan tempat
duduk, ventilasi, suhu, pencahayaan, dan sumber listrik. Beberapa media mungkin
perlu keadaan ruang yang gelap, maka harus disesuaikan, dll.
4.
Mempersiapkan (prepare)
pembelajar.
Persiapan pembelajar sehingga mereka siap belajar dan tentu saja akan
diperoleh hasil belajar yang maksimal. Penelitian pada belajar sangat jelas
menunjukkan bahwa keberhasilan belajar sangat bergantung pada kesiapan siswa
untuk belajar. Berikut cara-cara untuk menyiapkan siswa:
1) Penyampaian tentang materi yang akan dipelajari dan tujuan apa yang
ingin dicapai.
2) Cerita rasional yang berhubungan dengan menyiapkan
lokasi pembibitan yang akan dipelajari dan dipraktikkan.
3) Pernyataan yang memotivasi tentang perlunya
mempelajari tentang penyiapan lokasi pembibitan
4)
Arahan-arahan yang mengarahkan perhatian.
5. Menyediakan (provide) pengalaman belajar
(terpusat pada pengajar atau pembelajar).
Penyediaan pengalaman belajar dilakukan, sehingga siswa memperoleh
pengalaman belajar dengan maksimal. Sekarang setelah semua hampir siap, maka
yang harus diperhatikan adalah menyediakan pengalaman pembelajaran bagi siswa.
Dalam pembelajaran kali ini, guru menyajikan informasi atau menyampaikan materi
secara professional. Guru harus mampu mengarahkan perhatian siswa terhadap
materi pembelajaran. Saat siswa mengerjakan latihan atau tugas, peran guru
adalah sebagai pemandu atau fasilitator, yakni membantu siswa dalam
menyelesaikan permasalahan dan fasilitator dalam diskusi kelas.
E.
Require Learner
Participation
Tahap kelima adalah mengaktifkan partisipasi pembelajar. Belajar tidak
cukup hanya mengetahui, tetapi harus bisa merasakan dan melaksanakan serta
mengevaluasi hal-hal yang dipelajari sebagai hasil belajar. Dalam mengaktifkan
pembelajar di dalam proses pembelajaran yang menggunakan teknologi, media dan
materi alangkah baiknya kalau ada sentuhan psikologisnya, karena akan sangat
menentukan proses dan keberhasilan belajar. Psikologi belajar dalam proses
pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah:
1. Behavioris, karena tanggapan/respon yang sesuai dari pengajar dapat menguatkan
stimulus yang ditampakkan pembelajar.
2. Kognitifis, karena informasi yang diterima pembelajar dapat memperkaya skema
mentalnya.
3. Konstruktivis, karena pengetahuan dan ketrampilan yang diterima pembelajar akan lebih
berarti dan bertahan lama di kepala jika mereka mengalami langsung setiap
aktivitas dalam proses pembelajaran.
4. Sosial, karena feedback atau tanggapan yang diberikan pengajar atau teman
dalam proses pembelajaran dapat dijadikan sebagai ajang untuk mengoreksi segala
informasi yang telah diterima dan juga sebagai support secara emosional.
Pendidik telah lama menyadari bahwa partisipasi aktif dalam proses belajar
dapat meningkatkan belajar. Untuk itu, situasi belajar yang paling efektif
mengharuskan agar siswa dapat mempraktikkan keterampilan yang mendorong ke arah
pencapaian tujuan. Bentuk partisipasi tersebut dalam pembelajaran ini meliputi
kegiatan menyiapkan lokasi pembibitan tanaman perkebunan. Selain itu, diskusi,
kuis singkat dan latihan aplikasi bisa memberi peluang untuk praktik dan umpan
balik selama pembelajaran berlangsung.
F.
Evaluate and
Revise
Tahap keenam adalah mengevaluasi dan merevisi perencanaan
pembelajaran serta pelaksanaannya. Evaluasi dan revisi dilakukan untuk
melihat seberapa jauh teknologi, media dan materi yang kita pilih/gunakan dapat
mencapai tujuan yang telah kita tetapkan sebelumnya. Dari hasil evaluasi akan
diperoleh kesimpulan: apakah teknologi, media dan materi yang kita pilih sudah
baik, atau harus diperbaiki lagi.
a)
Evaluasi hasil Belajar siswa
Evaluasi dilakukan sebelum, selama dan sesudah pembelajaran. Sebelum
pembelajaran dimulai, karakteristik siswa diukur guna
memastikan apakah ada kesesuaian antara keterampilan yang dimiliki siswa dengan
metode dan bahan ajar yang akan digunakan. Selama dalam proses pembelajaran,
evaluasi dilakukan menggunakan umpan balik dan evaluasi diri. Evaluasi yang
dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung memiliki tujuan diagnosa
yang didesain untuk mendeteksi dan mengoreksi masalah pembelajaran dan
kesulitan-kesulitan yang ada. Sedangkan sesudah pembelajaran, evaluasi
dilakukan dengan memberikan tes kepada siswa terhadap materi Menyiapkan Lokasi
Pembibitan Tanaman Perkebunan yang telah dipelajari sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
b)
Evaluasi Metode dan Media
Selain mengukur prestasi siswa, evaluasi juga meliputi
assesmen terhadap metode dan media. Pada langkah ini muncul
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1) Apakah
bahan ajar pembelajarannya efektif?
2) Apakah
dapat ditingkatkan?
3) Apakah
efektif ditinjau dari pencapaian belajar siswa?
4) Apakah
presentasi memakan waktu lebih dari semestinya?
Terutama setelah digunakan, bahan pembelajaran perlu
dievaluasi untuk menentukan apakah bisa digunakan di masa mendatang atau perlu
dimodifikasi terlebih dulu. Untuk mengevaluasi metode dan media pembelajaran
bisa digunakan diskusi kelas, wawancara perorangan dan pengamatan perilaku
siswa. Muncul lagi pertanyaan-pertanyaan:
1) Apakah
media membantu siswa dalam mencapai tujuan?
2) Apakah
media efektif menarik perhatian siswa?
3) Apakah
media memberi kesempatan siswa untuk berpartisipasi?
c)
Evaluasi Pengajar
Pengajar juga perlu dievaluasi, sama
seperti komponen lain dalam sistem (siswa, metode, media). tidak perlu takut
untuk dievaluasi, karena hal ini dapat meningkatkan kinerja kita sebagai
pengajar. Ada empat tipe dasar dari evaluasi pengajar:
1) Evaluasi
diri
2) Evaluasi
oleh siswa
3) Evaluasi
oleh teman sejawat
4) Evaluasi
oleh administrator
Untuk evaluasi diri, pengajar dapat merekam
presentasinya dengan tape audio atau video, kemudian menyaksikannya dengan
pedoman format evaluasi. Siswa dapat sangat membantu dalam evaluasi dengan
memberikan balikan. Cara pengajar mendesain dan bagaimana respon siswa tentang
desain tersebut merupakan masukan yang beragam. Pengajar dapat juga bertanya
pada koleganya, biasanya dengan mempersilahkan pengajar lain untuk berada di
belakang kelas dan melakukan pengamatan ketika kita melakukan proses
pembelajaran.
d)
Revisi
Langkah terakhir dalam siklus pembelajaran ini adalah
melihat kembali dan mengamati hasil data evaluasi yang telah terkumpul. Akan
muncul pertanyaan pertanyaan sebagai berikut:
1) Apakah
telah sesuai antara apa yang diinginkan dan apa yang benar-benar terjadi?
2) Apakah
siswa dapat mencapai satu atau dua tujuan pembelajaran?
3) Bagaimana
reaksi siswa terhadap metode dan media pembelajaran yang dipakai?
4) Apakah
pengajar merasa puas dengan nilai bahan ajar yang dipilih?
Pengajar harus melakukan refleksi terhadap
proses pembelajaran yang telah dilakukan serta masing-masing komponennya.
Jangan lupa dibuat catatan-catatan segera setelah menyelesaikan pembelajaran
dan lakukan rujukan ke catatan-catatan tersebut sebelum mengimplementasikan
pembelajaran itu lagi. Jika data evaluasi anda ternyata menunjukkan adanya
kekurangan di bidang-bidang tertentu, maka sekarang tiba saatnya untuk kembali
memperhatikan bagian yang kurang tepat tersebut.
BAB III. RENCANA PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN ( RPP )
Dari
uraian diatas dimana untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang sesuai
dengan yang diharapkan, maka perlu suatu rencana pelaksanaan pembelajaran ( RPP
) yang baik. Adapun mata pelajaran yang akan disampaikan pada perancangan kali
ini adalah Mata Pelajaran Produktif Membibitkan Tanaman Perkebunan. Berikut ini
disampaikan Rencana Pelaksaaan Pembelajarannya Yaitu :
RENCANA PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN
( RPP )
Sekolah : SMK NEGERI 1 TAMBUSAI
Program Keahlian : Agribisnis Tanaman Perkebunan
Mata Pelajaran :
Kompetensi Kejuruan
Kelas / Semester : XI / 2
Alokasi Waktu : 6 x 40 Menit
Standar Kompetensi :
Membibitkan Tanaman Perkebunan
Kompetensi Dasar :
Menyiapkan Lokasi Pembibitan Tanaman
Indikator :
1.
Lokasi
pembibitan dijelaskan berdasarkan arti pentingnya
2.
Pemilihan
lokasi pembibitan dilakukan sesuai persyaratan
3.
Lokasi
pembibitan dipersiapkan sesuai ketentuan dan kebutuhan penanaman
I.
Tujuan Pembelajaran
1.
Siswa mampu
menjelaskan arti penting lokasi pembibitan
2.
Siswa mampu
menjelaskan persyaratan lokasi pembibitan
3.
Siswa mampu
mengobservasi lokasi pembibitan
4.
Siswa mampu
menjelaskan tata cara menyiapkan lokasi
5.
Siswa mampu
melakukan praktik menyiapkan lokasi pembibitan
II.
Materi Pembelajaran
1.
Arti penting
lokasi pembibitan
2.
Pemilihan
lokasi pembibitan
3.
Persyaratan
lokasi pembibitan
4.
Cara menyiapkan
lokasi pembibitan
III.
Strategi Pembelajaran
1.
Model Pembelajaran
: Pembelajaran CTL ( inquiry )
2.
Metode Pembelajaran :
Ceramah, tanya jawab, latihan
dan praktik
IV.
Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
A. Pendahuluan ( 5 menit )
1. Pra syarat pengetahuan
·
Melakukan
apersepsi dengan mengaitkan kembali dengan pelajaran yang terdahulu tentang
pembiakan tanaman vegetatif dan generatif
·
Menyampaikan
tujuan pembelajaran diiringi dengan memotivasi siswa dalam belajar ( fase 1 )
·
Menyajikan
informasi kepada siswa mengenai pembelajaran kali ini siswa akan dibawa keluar
kelas ke lokasi pembibitan di pekarangan sekolah ( fase 2 )
B. Inti Pembelajaran ( 110 menit )
·
Guru memberikan
penjelasan dan berdiskusi tentang arti penting dari lokasi pembibitan ( fase
3 )
·
Guru
menjelaskan persyaratan-persyaratan lokasi pembibitan yang sesuai ( fase 4 )
·
Guru mengajak
siswa keluar kelas untuk mengobservasi lokasi pembibitan yang sesuai dengan
persyaratan yang sudah disampaikan
·
Guru bersama
siswa mendiskusikan langkah-langkah pemilihan lokasi pembibitan yang telah
dilakukan siswa, kemudian mendiskusikan prinsip-prinsip penting materi.
·
Guru memberikan
penjelasan tata cara menyiapkan lokasi pembibitan untuk dilaksanakan siswa
·
Guru membimbing
dan mengawasi siswa dan melakukan praktik untuk menyiapkan lokasi pembibitan
·
Guru membimbing
siswa membuat kesimpulan dari materi pelajaran yang telah dipelajari dan lokasi
yang belum selesai akan dilanjutkan pada waktu sore hari , kemudian memberikan
tugas kepada siswa untuk mempelajari materi selanjutnya.
C. Penutup ( 5
menit )
·
Guru mengadakan
review materi yang telah diberikan dan tes lisan untuk test individual
·
Guru mengakhiri
pelajaran dengan mengucapkan salam
V.
Sumber Belajar
1.
Modul
Pembibitan Tanaman Perkebunan, Agribisnis Tanaman Perkebunan, Direktorat
Pembinaan SMK Tahun 2008
2.
Lokasi
pembibitan
3.
Tanaman Perkebunan
( lapangan )
VI.
Penilaian
1.
Kognitif : Test individual yaitu pre test dan post test
2.
Afektif : sikap siswa dalam pemilihan dan
menginterpretasikan lokasi
3.
Psikomotorik : Dilakukan guru pada saat siswa melakukan praktik menyiapkan lokasi
pembibitan
Mengetahui :
Kepala SMK Negeri 1 Tambusai Guru Mata Pelajaran
M I S W A N, SS
W A R D A N A, SP
NIP. 19641111 198903 1 006 NIP. 19760412 200903 1 003
PENUTUP
Kalangan konstruktivis meyakini bahwa para siswa membentuk pengetahuan
sendiri dan menciptakan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan. Pemelajar
harus memiliki peran aktif dalam proses belajar dan mereka bukanlah wadah yang
harus diisi, melainkan pengatur dari proses belajar mereka. Guru merupakan
fasilitator penting bagi siswa, yang memberikan mereka panduan di sepanjang
pengalaman belajar mereka. Di kelas contohnya, guru menyediakan bahan bagi para
siswa untuk dibaca tentang topik/masalah yang menarik bagi mereka untuk
dipelajari.
Belajar memerlukan situasi alamiah. Melalui penerapan, pengetahuan atau
kemampu-an ini menjadi bagian dari kode internal individual. Di ruang kelas,
perspektif ini terlihat sebagai konsekuensi dari perilaku tertentu yang ditampilkan
oleh kelompok. Contohnya, guru berbicara tentang apa yang sedang ia kerjakan
sementara para siswa menyimak. Setelah ditampilkan kepada para siswa, lalu
siswa diberikan pengalaman langsung untuk mempraktikkan keterampilan ini sambil
dipandu oleh guru. Dalam strategi pengajaran di kelas dapat menerapkan teknik
demonstrasi dan latihan atau praktik.
Demikian
perancangan media pembelajaran untuk kelas X Jurusan Agribisnis Tanaman
Perkebunan di SMK Negeri 1 Tambusai, semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan
kita dalam setiap pembelajaran di sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar