Selasa, 29 Mei 2012

PERANCANGAN MEDIA PEMBELAJARAN


PERANCANGAN MEDIA PEMBELAJARAN DI KELAS X JURUSAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN
 SMK NEGERI 1 TAMBUSAI




Text Box: TUGAS INDIVIDU
 



DOSEN PENGAMPU
Dr. Indrati Kusumaningrum, M.Pd




Description: pasca



Oleh :

W A R D A N A
1109888
TP B



PROGRAM PASCASARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN
KERJA SAMA FKIP UNIVERSITAS RIAU DENGAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012



BAB I
TEORI BELAJAR DAN TEORI MEDIA PEMBELAJARAN

A.   Teori Belajar
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).
Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut:
(1)          siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan,
(2)         belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,
(3)         pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal,
(4)         pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas,
(5)         kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembangan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan;
(1)     perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama,
(2)   tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan
(3)   gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:
(1)        tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,
(2)      kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan
(3)      peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut. Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu :
(1)    siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki,
(2)  pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti,
(3)  strategi siswa lebih bernilai, dan
(4)  siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
(1)    memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,
(2)  memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif,
(3)  memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru,
(4)  memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa,
(5)  mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan
(6)  menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
B.    Teori Media Pembelajaran
Seiring perkembangan teknologi informasi pada zaman ini, ada keputusan penting yang harus dilakukan  seorang guru untuk memastikan kapan belajar mengintegrasikan teknologi dan media menjadi pembelajaran. Ledakan informasi mensyaratkan bahwa guru harus menentukan cara untuk memberi pengalaman kepada  peserta didik di mana mereka mampu membangun pemahaman mereka tentang dunia di sekitar mereka. Guru merencanakan dan mengelola sistem pembelajaran untuk memastikan bahwa masing-masing peserta didik dapat bersaing dan sukses. (Kuhn & Udell,2001)
Guru memiliki pengaruh penting bagi peserta didik, dimana guru memilih Strategi pembelajaran yang dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Oleh karena itu, guru harus selektif dalam memilih strategi pembelajaran tersebut. Teori dasar dan penelitian dalam pengajaran menunjukkan bahwa guru berfungsi sebagai panduan untuk meningkatkan belajar peserta didik (Marzano,  Pickering, & Pollock, 2001). Dalam memandu, guru harus tanggap dalam melakukan pendekatan untuk membantu peserta didik  belajar dengan efektif dalam membantu mereka untuk mencapai hasil pembelajaran yang dimaksud.
Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (Bovee, 1997 ). Media merupakan bentuk jamak dari kata "medium" yang berasal dari bahasa latin yang berarti "antara". Istilah media dapat kita artikan sebagai segala sesuatu yang menjadi perantara atau penyampai informasi dari pengirim pesan kepada penerima pesan.
Berbicara mengenai media tentunya kita akan mempunyai cakupan yang sangat luas, oleh karena itu saat ini masalah media kita batasi ke arah yang relevan dengan masalah pembelajaran saja atau yang dikenal sebagai media pembelajaran. Briggs menyebutkan bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Sementara itu Schramm berpendapat bahwa media merupakan teknologi pembawa informasi atau pesan instruksional yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar dan dibaca. Dengan demikian media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran.
Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi pembelajaran yang ada dalam kurikulum yang dituangkan oleh pengajar atau fasilitator atau sumber lain ke dalam simbol-simbol komunikasi, baik simbol verbal maupun simbol non verbal atau visual.
Untuk menyampaikan pesan pembelajaran dari guru kepada siswa, biasanya guru menggunakan alat bantu mengajar (teaching aids) berupa gambar, model, atau alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman konkrit, motivasi belajar, serta mempertinggi daya serap atau yang kita kenal sebagai alat bantu visual.
Penggunaan media dalam pembelajaran dapat membantu anak dalam memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa. Penggunaan media dalam pembelajaran dapat mempermudah siswa dalam memahami sesuatu yang abstrak menjadi lebih konkrit. Hal ini sesuai dengan pendapat Jerome S Bruner bahwa siswa belajar melalui tiga tahapan yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik. Tahap enaktif yaitu tahap dimana siswa belajar dengan memanipulasi benda-benda konkrit. Tahap ikonik yaitu suatu tahap dimana siswa belajar dengan menggunakan gambar atau videotapes. Sementara tahap simbolik yaitu tahap dimana siswa belajar dengan menggunakan simbol-simbol.
Prinsip tahapan pembelajaran dari Jerome S Bruner ini dapat kita terapkan dalam "Kerucut Pengalaman" atau "cone of experience" yang dikemukan Edgar Dale pada tahun 1946, seperti yang dapat kita lihat pada gambar berikut ini:
Description: _Pic2
Gambar 1: Diagram Pengalaman Dale

Dalam sebuah presentasi, sebuah sumber menyajikan, mendramatisasi, atau menyebarkan informasi kepada pemelajar. Komunikasi dikendalikan oleh sumber, dengan respon segera yang terbatas atau interaksi dengan pemelajar. Seorang guru yang menyajikan presentasi mungkin menyelipkan pertanyaan, di mana para siswa mungkin langsung menjawabnya atau diharuskan menjawab. Atau, para siswa bisa bertanya ketika bahan pengajaran sedang disajikan. Guru bisa memilih untuk mengendalikan interaksi di dalam presentasi. Sumber informasi juga bisa berupa buku ajar, situs internet, rekaman audio, video, dan lainnya. Membaca buku, mendengarkan rekaman audio, melihat tayangan video, dan menyimak perkuliahan merupakan contoh-contoh dari strategi presentasi.



Keuntungan
1.        Menyajikan (hanya) sekali. Anda hanya harus menyajikan informasi sekali saja bagi seluruh siswa untuk mendengarkannya.
2.       Strategi mencatat. Siswa bisa menggunakan sejumlah strategi mencatat untuk menangkap informasi yang disajikan.
3.       Sumber informasi. Sumber daya teknologi dan media bisa bertindak sebagai sumber informasi berkualitas.
4.       Presentasi siswa. Para siswa bisa menyajikan informasi yang telah mereka pelajari ke seluruh kelas.

Keterbatasan
1.        Sulit bagi beberapa siswa. Tidak seluruh siswa merespon dengan baik terhadap format presentasi untuk mempelajari informasi.
2.       Berpotensi membosankan. Tanpa interaksi, presentasi bisa menjadi sangat membosankan
3.       Kesulitan mencatat. Para siswa mungkin harus belajar bagaimana mencatat hal-hal penting dari presentasi.
Kesesuaian umur. Para siswa yang berusia lebih muda mungkin mengalami kesulitan mengikuti presentasi yang panjang.
Dalam latihan dan praktik, para pemelajar dibimbing melewati serangkaian latihan praktis yang dirancang untuk menyegarkan kembali atau meningkatkan penguasaan pengetahuan konten spesifik atau sebuah keterampilan baru. Strategi ini mengasumsikan bahwa para pemelajar telah menerima instruksi mengenai konsep, prinsip, atau prosedur yang akan mereka praktikkan. Agar efektif, latihan dan praktik harus menyertakan umpan balik untuk memperkuat respon yang benar dan memperbaiki kesalahan yang mungkin dibuat para pemelajar di sepanjang penerapannya. Tujuan dari latihan dan praktik adalah bahwa para siswa akan menguasai atau mempelajari informasi tanpa kesalahan.

Keuntungan 
1.        Umpan balik untuk memperbaiki (corrective feedback). Para siswa mendapatkan umpan balik sebagai tindak perbaikan atas respon mereka.
2.       Memisah-misah informasi. Informasi disajikan dalam potongan kecil, yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menelaah kembali bahan-bahan pelajaran dalam potongan kecil.
3.       Praktik yang telah terbentuk. Praktik dibentuk menjadi potongan-potongan kecil informasi, yang memberikan kesempatan kepada siswa utnuk langsung mencoba pengetahuan baru melalui cara-cara yang positif.

Keterbatasan
1.        Repetitif. Tidak seluruh siswa merespon dengan baik sifat repetitif dari latihan dan praktik.
2.       Berpotensi membosankan. Beberapa materi latihan dan praktik berisi terlalu banyak hal, yang artinya para siswa bisa menjadi bosan karena terlalu banyak pengulangan.
Potensi belajar. Jika seorang siswa melakukan kesalahan yang sama, menerapkan materi latihan dan praktik tidak membantu siswa dalam belajar.
Over Head Transparancy (OHT ) adalah media visual proyeksi, dibuat di atas bahan transparan, biasanya film acetate atau plastik berukuran 8,5 x 11 inchi. Media ini memerlukan alat khusus untuk memproyeksikannya yang dikenal dengan sebutan Over Head Projector (OHP ). Beberapa keuntungan penggunaan OHT sebagai media pembelajaran diantaranya adalah:
1.        gambar yang diproyeksikan lebih jelas bila dibandingkan jika digambarkan di papan tulis
2.       ruangan tidak perlu digelapkan
3.       sambil mengajar, guru dapat berhadapan dengan siswa
4.       mudah dioperasikan sehingga tidak memerlukan bantuan operator
5.       menghemat tenaga dan waktu karena dapat dipakai berulang-ulang
6.       praktis dapat digunakan untuk semua ukuran kelas atau ruangan
Projektor yang tak tembus pandang, karena yang diproyeksikan bukan bahan transparan tetapi bahan-bahan yang tidak tembus pandang (opaque). Kelebihan media ini sebagai media pembelajaran adalah bahwa bahan cetak pada buku, majalah, foto, grafis, bagan atau diagram dapat diproyeksikan secara langsung tanpa dipindahkan ke permukaan transparansi terlebih dahulu. Kelebihan projektor tak tembus pandang adalah:
1.                  dapat digunakan untuk hampir semua bidang studi yang ada di kurikulum
2.       dapat memperbesar benda kecil menjadi sebesar papan sehingga bahan yang semula hanya untuk individu menjadi untuk seluruh kelas

















BAB. II. ANALISIS KELAS
Pedoman untuk mewujudkan tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang sesuai dengan harapan, yakni dengan melakukan suatu perencanaan yang sistematik dengan mengintegrasikan teknologi dan media.  Salah satu model perencanaan pembelajaran yang sistematik adalah model ASSURE. Dengan model ini diharapkan kita dapat merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Perencanaan pembelajaran model ASSURE dikemukakan oleh Sharon E. Maldino, Deborah L. Lowther dan James D. Russell dalam bukunya edisi 9 yang berjudul Instructional Technology & Media For Learning.  Perencanaan pembelajaran model ASSURE meliputi 6 tahapan sebagai berikut:
A.   Analyze Learners
Tahap pertama adalah menganalisis pembelajar. Pembelajaran biasanya kita berlakukan kepada  sekelompok siswa yang mempunyai karakteristik tertentu. Ada 3 karakteristik yang sebaiknya diperhatikan pada diri pembelajar, yakni:
1. Karakteristik Umum
Yang termasuk dalam karakteristik umum adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, etnis, kebudayaan, dan faktor sosial ekonomi. Karakteristik umum ini dapat digunakan untuk menuntun kita dalam memilih metode, strategi dan media untuk pembelajaran. Sebagai contoh akan diambil siswa kelas X SMK Negeri 1 Tambusai yaitu :
Sekolah                       : SMK Negeri 1 Tambusai
Kelas/Semester           : X ( sepuluh ) / 2 (dua )
Mata Pelajaran          : Kompetensi Kejuruan
Standar Kompetensi  : Membibitkan Tanaman Perkebunan
Kompetensi Dasar      : Menyiapkan Lokasi Pembibitan Tanaman Perkebunan
Dari karakteristik yang ada pada siswa tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
No

Karakteristik Siswa

Penjelasan

1
Usia
Pembelajar yang mengikuti pembelajaran ini rata-rata berusia 15 – 16 tahun
2
Jenis Kelamin
Pembelajar Kelas X ( sepuluh ) Jurusan Agribisnis Tanaman Perkebunan SMK Negeri 1 Tambusai berjumlah 32 orang yang terdiri dari 14 orang siswa laki-laki dan 18 orang siswa perempuan
3
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan orang tua dari pembelajar Kelas X ( sepuluh ) Jurusan Agribisnis Tanaman Perkebunan adalah SD sampai SMP
4
Pekerjaan
Pekerjaan orang tua dari pembelajar Kelas X (sepuluh) Jurusan Agribisnis Tanaman Perkebunan adalah Petani dan buruh kebun
5
Etnis
Pembelajar Kelas X (sepuluh) Jurusan ATP SMK Negeri 1 Tambusai, mempunyai etnis antara lain : Melayu, Batak, Jawa, Mandailing  
6
Kebudayaan
Kultur budaya yang dimiliki siswa sudah membaur dan merata walaupun berbeda latar belakang adat istiadat
7
Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi peserta pembelajar berada pada level ekonomi menengah ke bawah
Dengan melihat kondisi pembelajar yang memiliki kemampuan membaca yang kurang dan bersifat heterogen maka media yang dapat untuk mengakomodir semua karakteristik pembelajar adalah dengan slide power point, latihan dan praktik
2. Spesifikasi Kemampuan Awal
Berkenaan dengan pengetahuan dan kemampuan yang sudah dimiliki pembelajar sebelumnya. Informasi ini dapat kita peroleh dengan memberikan entry test/entry behavior kepada pembelajar sebelum kita melaksanakan pembelajaran. Hasil dari entry test ini dapat dijadikan acuan tentang hal-hal apa saja yang perlu dan tidak perlu lagi disampaikan kepada pembelajar.
Ketika akan memulai suatu perencanaan pembelajaran, anggapan pertama bahwa siswa belum menguasai pengetahuan atau keahlian yang diperlukan adalah salah. Realisasi pendapat ini bahwa pengajar harus mempunyai asumsi bermacam-macam tentang kompetensi awal melalui arti informal (misalnya pertanyaan dalam kelas atau interview luar kelas) atau arti lebih formal (misalnya tes dengan standart atau tes dari guru). Tes awal merupakan assesment, keduanya formal dan informal, yang menentukan apakah siswa mempunyai keahlian penting yang harus dimiliki.
Dalam hal ini, siswa diberikan tes awal yang berisikan tentang materi-materi tentang menyiapkan lokasi pembibitan tanaman perkebunan. Materi yang terdiri dari arti penting lokasi pembibitan, pemilihan lokasi pembibitan, persyaratan lokasi pembibitan dan cara menyiapkan lokasi pembibitan. Dari tes yang diberikan 75 % siswa mempunyai bekal yang cukup untuk mengikuti materi selanjutnya. 25 % siswa lagi perlu bimbingan khusus untuk mampu mengikuti materi Menyiapkan Lokasi Pembibitan Tanaman.
3. Gaya Belajar
Gaya belajar timbul dari kenyamanan yang kita rasakan secara  psikologis dan emosional saat berinteraksi dengan lingkungan belajar, karena itu gaya belajar siswa ada yang cenderung dengan audio, visual, atau kinestetik. Berkenaan gaya belajar ini, kita sebaiknya menyesuaikan metode dan media pembelajaran yang akan digunakan.
Gaya belajar berpengaruh pada ciri-ciri psikologi yang berpengaruh pada respon siswa terhadap beberapa stimulus, misalnya: keinginan, bakat, kecenderungan pada visual atau audiotori, dan sebagainya. Variabel gaya belajar didiskusikan dalam literatur dapat dikategorisasikan seperti preferensi pemahaman dan kemampuan, kebiasaan memproses informasi, faktor motivasi, dan faktor psikologi.
Siswa di kelas ini mempunyai kecendrungan kemampuan logika rendah, kemampuan terlibat dan berbuat lebih berkembang, kemampuan visual juga berkembang. Siswa lebih suka belajar dengan melihat dan mempraktikkan langsung serta lebih cepat mengikuti pembelajaran jika dijelaskan secara detail oleh guru dengan menggunakan power point. Siswa juga mempunyai semangat jika diberikan kesempatan untuk menyelesaikan masalah secara berkelompok dengan teman yang lainnya. Dilihat dari segi motivasi, siswa kurang termotivasi  baik dari lingkungan keluarga dan masyarakat, sehingga sangat diperlukan perhatian yang penuh dari guru dalam memotivasi siswa.
Dilihat dari gaya belajar yang dimiliki siswa kelas X SMK Negeri 1 Tambusai ini, maka media yang bisa membangkitkan motivasi dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki siswa adalah menggunakan media presentasi powerpoint, latihan dan praktik.
B.    State Standards and Objectives
Tahap kedua adalah merumuskan standar dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Standar diambil dari Standar Kompetensi yang sudah ditetapkan. Hasil pembelajaran apa yang diharapkan tercapai pada masing-masing siswa? Lebih jelasnya, Kemampuan baru seperti apa yang harus siswa miliki saat selesai pembelajaran? Sebuah tujuan adalah bukan pernyataan dari apa yang guru rencanakan untuk memulai pembelajaran tetapi apa yang seharusnya siswa peroleh dari pembelajaran. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Dengan menggunakan format  ABCD
A adalah audiens, siswa  yang menjadi peserta didik kita. Instruksi yang kita ajukan harus fokus kepada apa yang harus dilakukan pembelajar bukan pada apa yang harus dilakukan pengajar, B (behavior) – kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan baru yang harus dimiliki pembelajar setelah melalui proses pembelajaran dan harus dapat diukur), C (conditions) – kondisi pada saat performa pembelajar sedang diukur, dan D adalah degree – yaitu kriteria yang menjadi dasar pengukuran tingkat keberhasilan pembelajar.
2. Mengklasifikasikan Tujuan
Tujuan pembelajaran yang akan kita lakukan cenderung ke domain mana? Apakah kognitif, afektif, psikomotor, atau interpersonal. Dengan memahami hal itu kita dapat merumuskan tujuan pembelajaran dengan lebih tepat, dan tentu saja akan menuntun penggunaan metode, strategi dan media pembelajaran yang akan digunakan.
3. Perbedaan Individu
Berkaitan dengan kemampuan individu dalam menuntaskan atau memahami sebuah materi yang diberikan/dipelajari. Individu yang tidak memiliki kesulitan belajar dengan yang memiliki kesulitan belajar pasti memiliki waktu ketuntasan belajar (mastery learning) yang berbeda. Kondisi ini dapat menuntun kita merumuskan tujuan pembelajaran dan pelaksanaannya dengan lebih tepat.
Adapun yang menjadi Tujuan Dalam Pembelajaran ini dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
Kognitif :
-      Siswa mampu menjelaskan arti penting lokasi pembibitan
-      Siswa mampu menjelaskan persyaratan lokasi pembibitan

Afektif :
-      Siswa mampu mengobservasi lokasi pembibitan
-      Siswa mampu menjelaskan tata cara menyiapkan lokasi

Psikomotor :
-      Siswa mampu melakukan praktik menyiapkan lokasi pembibitan



Intrapersonal :
-      Siswa mampu berdiskusi dengan teman sebaya untuk menyiapkan lokasi pembibitan
-      Siswa mampu mengahargai pendapat teman sebaya

C.    Select Strategies, Technology, Media, and Materials
Tahap ketiga dalam merencanakan pembelajaran yang efektif adalah memilih strategi, teknologi, media dan materi pembelajaran yang sesuai. Strategi pembelajaran harus dipilih apakah yang berpusat pada siswa atau berpusat pada guru sekaligus menentukan metode yang akan digunakan. Yang perlu digarisbawahi dalam point ini adalah bahwa tidak ada satu metode yang paling baik dari metode yang lain dan tidak ada satu metode yang dapat  menyenangkan/menjawab kebutuhan pembelajar secara seimbang dan menyeluruh, sehingga harus dipertimbangkan mensinergikan beberapa metode.
Memilih teknologi dan media yang akan digunakan tidak harus diidentikkan dengan barang yang mahal. Yang jelas sebelum memilih teknologi dan media kita harus mempertimbangkan terlebih dahulu kelebihan dan kekurangannya. Jangan sampai media yang kita gunakan menjadi bumerang atau mempersulit kita dalam pentransferan pengetahuan kepada pembelajar.
Ketika kita telah memilih strategi, teknologi dan media yang akan digunakan, selanjutnya menentukan materi pembelajaran yang akan digunakan. Langkah ini melibatkan tiga pilihan: (1) memilih materi yang sudah tersedia dan siap pakai, (2) mengubah/ modifikasi materi yang ada, atau (3) merancang materi dengan desain baru. Bagaimanapun caranya kita mengembangkan materi, yang terpenting materi tersebut sesuai dengan tujuan dan karakteristik si pembelajar.
Adapun strategi pembelajaran yang digunakan adalah sebagai berikut :
Model Pembelajaran        : Pembelajaran CTL ( inquiry )
Metode Pembelajaran     : Ceramah, tanya jawab (diskusi), latihan dan praktik
Media & Bahan : Sesuai dengan karakteristik siswa dan kemampuan siswa yang telah dipaparkan sebelumnya, maka media yang digunakan pada pembelajaran ini adalah Media Power Point.
 Media Power point digunakan untuk menarik perhatian siswa dengan berbantukan komputer  dan LCD Proyektor yang telah tersedia di sekolah. Selain itu, guru juga menyediakan waktu bagi siswa untuk memaparkan hasil diskusi mereka dalam penyiapan lokasi pembibitan yang menjadi materi pembelajaran kali ini.
D.   Utilize Technology, Media and Materials
Tahap keempat adalah menggunakan teknologi, media dan material. Pada tahap ini melibatkan perencanaan peran kita sebagai guru/dosen dalam menggunakan teknologi, media dan materi. Untuk melakukan tahap ini ikuti proses “5P”, yaitu:
1. Pratinjau (previw)
Mengecek teknologi, media dan bahan yang akan digunakan untuk pembelajaran sesuai dengan tujuannya dan masih layak pakai atau tidak. Guru memeriksa terlebih dahulu bahan ajar yang telah dipersiapkannya dan meninjau kembali apakah sudah sesuai dengan tujuan dan kondisi siswa
2. Menyiapkan (prepare) teknologi,
Media dan materi yang mendukung pembelajaran kita. Sangat penting pula untuk menyiapkan media dan bahan ajar untuk mendukung aktifitas pembelajaran yang direncanakan. Dalam menyiapkan bahan ajar, langkah pertama adalah mengumpulkan semua materi dan peralatan yang akan diperlukan, kemudian menentukan urutan penggunaan bahan ajar dan medianya. Dalam hal ini, guru mempersiapkan laptop, LCD Proyektor, white board, meninjau sambungan listrik, mempersiapkan bahan dan peralatan praktik, spidol, dan hal lainnya yang mendukung proses pembelajaran. Dalam pembelajaran menggunakan media power point, Smaldino, dkk memberikan urutan perancangan materi visual melalui power point, sebagai berikut:
Perancangan:
1.      Memilih jenis huruf, ukuran dan warna yang sesuai dan mudah dibaca
2.    Menggunakan latar belakang yang berwarna terang dengan huruf yang berwarna gelap
3.    Judul diletakkan pada bagian tengah atas slide
4.    Menggunakan komunikasi yang singkat, kata-kata pada slide seminimum mungkin. Jika masih ada kata yang lebih banyak lagi sebaiknya digunakan slide berikutnya.
5.    Gunakan sebuah tamplate untuk membuat sebuah format visual yang konsisten
6.    Kurangi fitur-fitur yang mengganggu konsentrasi siswa, seperti lonceng dan peluit yang berlebihan
7.     Gunakan gambar yang sesuai
8.     Gunakan transisi atau proses bergantinya slide ke slide berikutnya dengan konsisten, dan hindari suara berisik dengan transisi
9.    Gunakan bangunan yang sederhana. Efek bangunan merupakan bagaimana teks atau gambar diperkenalkan dalam satu slide
10. Jangan terlalu berlebihan dalam menggunakan efek animasi
11.   Gunakan suaranya hanya jika bisa meningkatkan presentasi anda
12.  Dapat juga menggunakan catatan kaki untuk mengidentifikasi slide 

    Tahap Pelaksanaan
1.        Membuka aplikasi Microsoft power point 
2.       Memilih tamplate atau background
3.       Mengamati gambar dengan seksama serta mengidentifikasi proses atau bagian dari gambar yang perlu diketahui oleh siswa
4.       Mulai menuliskan materi, namun harus diingat bahwa slide yang dibuat harus runtut
5.       Memilih warna background dan warna tulisan yang tepat, sehingga dalam penyampaian slide yang ditampilkan terlihat jelas
6.        Menggunakan efek animasi yang serasi dan indah, sehingga pembelajaran menjadi menarik
7.        Mengecek ulang apakah ada kesalahan letak atau pemberian efek anmasi yang tidak sesuai
Tahap Akhir
Setelah pembuatan slide presentasi selesai, hasil dapat dilihat dengan menggunakan slide show yang merupakan hasil keseluruhan presentasi. Dalam pembelajaran di kelas akan diproyeksikan dengan menggunakan LCD proyektor.
3. Mempersiapkan (prepare) lingkungan belajar.
Mempersiapkan (prepare) lingkungan belajar perlu dilakukan sehingga mendukung penggunaan teknologi, media dan materi dalam proses pembelajaran. Dimanapun kegiatan pembelajaran baik di kelas, lab, pusat media, lapangan atletik, dll sangat perlu dipersiapkan dan diatur kesesuaiannya dengan penggunaan bahan ajar dan medianya. Beberapa faktor sering dianggap remeh adalah keadaan tempat duduk, ventilasi, suhu, pencahayaan, dan sumber listrik. Beberapa media mungkin perlu keadaan ruang yang gelap, maka harus disesuaikan, dll.
4. Mempersiapkan (prepare) pembelajar.
Persiapan pembelajar sehingga mereka siap belajar dan tentu saja akan diperoleh hasil belajar yang maksimal. Penelitian pada belajar sangat jelas menunjukkan bahwa keberhasilan belajar sangat bergantung pada kesiapan siswa untuk belajar. Berikut cara-cara untuk menyiapkan siswa:
1)    Penyampaian tentang materi  yang akan dipelajari dan tujuan apa yang ingin dicapai.
2)   Cerita rasional yang berhubungan dengan menyiapkan lokasi pembibitan yang akan dipelajari dan dipraktikkan.
3)   Pernyataan yang memotivasi tentang perlunya mempelajari tentang penyiapan lokasi pembibitan
4)   Arahan-arahan yang mengarahkan perhatian.
5. Menyediakan (provide) pengalaman belajar (terpusat pada pengajar atau pembelajar).
Penyediaan pengalaman belajar dilakukan, sehingga siswa memperoleh pengalaman belajar dengan maksimal. Sekarang setelah semua hampir siap, maka yang harus diperhatikan adalah menyediakan pengalaman pembelajaran bagi siswa. Dalam pembelajaran kali ini, guru menyajikan informasi atau menyampaikan materi secara professional. Guru harus mampu mengarahkan perhatian siswa terhadap materi pembelajaran. Saat siswa mengerjakan latihan atau tugas, peran guru adalah sebagai pemandu atau fasilitator, yakni membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan dan fasilitator dalam diskusi kelas.
E.     Require Learner Participation
Tahap kelima adalah mengaktifkan partisipasi pembelajar. Belajar tidak cukup hanya mengetahui, tetapi harus bisa merasakan dan melaksanakan serta mengevaluasi hal-hal yang dipelajari sebagai hasil belajar. Dalam mengaktifkan pembelajar di dalam proses pembelajaran yang menggunakan teknologi, media dan materi alangkah baiknya kalau ada sentuhan psikologisnya, karena akan sangat menentukan proses dan keberhasilan belajar. Psikologi belajar dalam proses pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah:
1.      Behavioris, karena tanggapan/respon yang sesuai dari pengajar dapat menguatkan stimulus yang ditampakkan pembelajar.
2.    Kognitifis, karena informasi yang diterima pembelajar dapat memperkaya skema mentalnya.
3.    Konstruktivis, karena pengetahuan dan ketrampilan yang diterima pembelajar akan lebih berarti dan bertahan lama di kepala jika mereka mengalami langsung setiap aktivitas dalam proses pembelajaran.
4.    Sosial, karena feedback atau tanggapan yang diberikan pengajar atau teman dalam proses pembelajaran dapat dijadikan sebagai ajang untuk mengoreksi segala informasi yang telah diterima dan juga sebagai support secara emosional.
Pendidik telah lama menyadari bahwa partisipasi aktif dalam proses belajar dapat meningkatkan belajar. Untuk itu, situasi belajar yang paling efektif mengharuskan agar siswa dapat mempraktikkan keterampilan yang mendorong ke arah pencapaian tujuan. Bentuk partisipasi tersebut dalam pembelajaran ini meliputi kegiatan menyiapkan lokasi pembibitan tanaman perkebunan. Selain itu, diskusi, kuis singkat dan latihan aplikasi bisa memberi peluang untuk praktik dan umpan balik selama pembelajaran berlangsung.
F.     Evaluate and Revise
Tahap keenam adalah mengevaluasi dan merevisi perencanaan pembelajaran serta pelaksanaannya. Evaluasi dan revisi dilakukan untuk melihat seberapa jauh teknologi, media dan materi yang kita pilih/gunakan dapat mencapai tujuan yang telah kita tetapkan sebelumnya. Dari hasil evaluasi akan diperoleh kesimpulan: apakah teknologi, media dan materi yang kita pilih sudah baik, atau harus diperbaiki lagi.
a)      Evaluasi hasil Belajar siswa
Evaluasi dilakukan sebelum, selama dan sesudah pembelajaran. Sebelum pembelajaran dimulai, karakteristik siswa diukur guna memastikan apakah ada kesesuaian antara keterampilan yang dimiliki siswa dengan metode dan bahan ajar yang akan digunakan. Selama dalam proses pembelajaran, evaluasi dilakukan menggunakan umpan balik dan evaluasi diri. Evaluasi yang dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung memiliki tujuan diagnosa yang didesain untuk mendeteksi dan mengoreksi masalah pembelajaran dan kesulitan-kesulitan yang ada. Sedangkan sesudah pembelajaran, evaluasi dilakukan dengan memberikan tes kepada siswa terhadap materi Menyiapkan Lokasi Pembibitan Tanaman Perkebunan yang telah dipelajari sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.



b)      Evaluasi Metode dan Media
Selain mengukur prestasi siswa, evaluasi juga meliputi assesmen terhadap metode dan media. Pada langkah ini muncul pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1)      Apakah bahan ajar pembelajarannya efektif?
2)      Apakah dapat ditingkatkan?
3)      Apakah efektif ditinjau dari pencapaian belajar siswa?
4)      Apakah presentasi memakan waktu lebih dari semestinya?
Terutama setelah digunakan, bahan pembelajaran perlu dievaluasi untuk menentukan apakah bisa digunakan di masa mendatang atau perlu dimodifikasi terlebih dulu. Untuk mengevaluasi metode dan media pembelajaran bisa digunakan diskusi kelas, wawancara perorangan dan pengamatan perilaku siswa. Muncul lagi pertanyaan-pertanyaan:
1)      Apakah media membantu siswa dalam mencapai tujuan?
2)      Apakah media efektif menarik perhatian siswa?
3)      Apakah media memberi kesempatan siswa untuk berpartisipasi?

c)      Evaluasi Pengajar
Pengajar juga perlu dievaluasi, sama seperti komponen lain dalam sistem (siswa, metode, media). tidak perlu takut untuk dievaluasi, karena hal ini dapat meningkatkan kinerja kita sebagai pengajar. Ada empat tipe dasar dari evaluasi pengajar:
1)      Evaluasi diri
2)      Evaluasi oleh siswa
3)      Evaluasi oleh teman sejawat
4)      Evaluasi oleh administrator
Untuk evaluasi diri, pengajar dapat merekam presentasinya dengan tape audio atau video, kemudian menyaksikannya dengan pedoman format evaluasi. Siswa dapat sangat membantu dalam evaluasi dengan memberikan balikan. Cara pengajar mendesain dan bagaimana respon siswa tentang desain tersebut merupakan masukan yang beragam. Pengajar dapat juga bertanya pada koleganya, biasanya dengan mempersilahkan pengajar lain untuk berada di belakang kelas dan melakukan pengamatan ketika kita melakukan proses pembelajaran.
d)     Revisi
Langkah terakhir dalam siklus pembelajaran ini adalah melihat kembali dan mengamati hasil data evaluasi yang telah terkumpul. Akan muncul pertanyaan pertanyaan sebagai berikut:
1)      Apakah telah sesuai antara apa yang diinginkan dan apa yang benar-benar terjadi?
2)      Apakah siswa dapat mencapai satu atau dua tujuan pembelajaran?
3)      Bagaimana reaksi siswa terhadap metode dan media pembelajaran yang dipakai?
4)      Apakah pengajar merasa puas dengan nilai bahan ajar yang dipilih?
Pengajar harus melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan serta masing-masing komponennya. Jangan lupa dibuat catatan-catatan segera setelah menyelesaikan pembelajaran dan lakukan rujukan ke catatan-catatan tersebut sebelum mengimplementasikan pembelajaran itu lagi. Jika data evaluasi anda ternyata menunjukkan adanya kekurangan di bidang-bidang tertentu, maka sekarang tiba saatnya untuk kembali memperhatikan bagian yang kurang tepat tersebut.













BAB III. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )

Dari uraian diatas dimana untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu suatu rencana pelaksanaan pembelajaran ( RPP ) yang baik. Adapun mata pelajaran yang akan disampaikan pada perancangan kali ini adalah Mata Pelajaran Produktif Membibitkan Tanaman Perkebunan. Berikut ini disampaikan Rencana Pelaksaaan Pembelajarannya Yaitu :

Description: untitledDescription: untitledDescription: untitledDescription: untitledRENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )


Sekolah                                   : SMK NEGERI 1 TAMBUSAI
Program Keahlian                  : Agribisnis Tanaman Perkebunan
Mata Pelajaran                      : Kompetensi Kejuruan
Kelas / Semester                     : XI / 2
Alokasi Waktu                       : 6 x 40 Menit
Standar Kompetensi              : Membibitkan Tanaman Perkebunan
Kompetensi Dasar                  : Menyiapkan Lokasi Pembibitan Tanaman
Indikator                                 :
1.        Lokasi pembibitan dijelaskan berdasarkan arti pentingnya
2.       Pemilihan lokasi pembibitan dilakukan sesuai persyaratan
3.       Lokasi pembibitan dipersiapkan sesuai ketentuan dan kebutuhan penanaman

I.                  Tujuan Pembelajaran
1.        Siswa mampu menjelaskan arti penting lokasi pembibitan
2.       Siswa mampu menjelaskan persyaratan lokasi pembibitan
3.       Siswa mampu mengobservasi lokasi pembibitan
4.       Siswa mampu menjelaskan tata cara menyiapkan lokasi
5.       Siswa mampu melakukan praktik menyiapkan lokasi pembibitan

II.               Materi Pembelajaran
1.        Arti penting lokasi pembibitan
2.       Pemilihan lokasi pembibitan
3.       Persyaratan lokasi pembibitan
4.       Cara menyiapkan lokasi pembibitan

III.            Strategi Pembelajaran
1.        Model Pembelajaran             : Pembelajaran CTL ( inquiry )
2.       Metode Pembelajaran           : Ceramah, tanya jawab, latihan
                                                  dan praktik

IV.             Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran

A. Pendahuluan ( 5 menit )
1. Pra syarat pengetahuan
·         Melakukan apersepsi dengan mengaitkan kembali dengan pelajaran yang terdahulu tentang pembiakan tanaman vegetatif dan generatif
·         Menyampaikan tujuan pembelajaran diiringi dengan memotivasi siswa dalam belajar ( fase 1 )
·         Menyajikan informasi kepada siswa mengenai pembelajaran kali ini siswa akan dibawa keluar kelas ke lokasi pembibitan di pekarangan sekolah ( fase 2 )

B. Inti Pembelajaran ( 110 menit )
·         Guru memberikan penjelasan dan berdiskusi tentang arti penting dari lokasi pembibitan  ( fase 3 )
·         Guru menjelaskan persyaratan-persyaratan lokasi pembibitan yang sesuai ( fase 4 )
·         Guru mengajak siswa keluar kelas untuk mengobservasi lokasi pembibitan yang sesuai dengan persyaratan yang sudah disampaikan
·         Guru bersama siswa mendiskusikan langkah-langkah pemilihan lokasi pembibitan yang telah dilakukan siswa, kemudian mendiskusikan prinsip-prinsip penting materi.
·         Guru memberikan penjelasan tata cara menyiapkan lokasi pembibitan untuk dilaksanakan siswa
·         Guru membimbing dan mengawasi siswa dan melakukan praktik untuk menyiapkan lokasi pembibitan
·         Guru membimbing siswa membuat kesimpulan dari materi pelajaran yang telah dipelajari dan lokasi yang belum selesai akan dilanjutkan pada waktu sore hari , kemudian memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi selanjutnya.

C. Penutup ( 5 menit )
·         Guru mengadakan review materi yang telah diberikan dan tes lisan untuk test individual
·         Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam

V.                Sumber Belajar
1.        Modul Pembibitan Tanaman Perkebunan, Agribisnis Tanaman Perkebunan, Direktorat Pembinaan SMK  Tahun 2008
2.       Lokasi pembibitan
3.       Tanaman Perkebunan ( lapangan )

VI.             Penilaian
1.        Kognitif : Test individual yaitu pre test dan post test
2.       Afektif   : sikap siswa dalam pemilihan dan menginterpretasikan lokasi
3.       Psikomotorik : Dilakukan guru pada saat siswa melakukan praktik menyiapkan lokasi pembibitan

Mengetahui :
Kepala SMK Negeri 1 Tambusai                         Guru Mata Pelajaran




M I S W A N, SS                                                    W A R D A N A, SP
       NIP. 19641111 198903 1 006                                       NIP. 19760412 200903 1 003





PENUTUP
Kalangan konstruktivis meyakini bahwa para siswa membentuk pengetahuan sendiri dan menciptakan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan. Pemelajar harus memiliki peran aktif dalam proses belajar dan mereka bukanlah wadah yang harus diisi, melainkan pengatur dari proses belajar mereka. Guru merupakan fasilitator penting bagi siswa, yang memberikan mereka panduan di sepanjang pengalaman belajar mereka. Di kelas contohnya, guru menyediakan bahan bagi para siswa untuk dibaca tentang topik/masalah yang menarik bagi mereka untuk dipelajari.
Belajar memerlukan situasi alamiah. Melalui penerapan, pengetahuan atau kemampu-an ini menjadi bagian dari kode internal individual. Di ruang kelas, perspektif ini terlihat sebagai konsekuensi dari perilaku tertentu yang ditampilkan oleh kelompok. Contohnya, guru berbicara tentang apa yang sedang ia kerjakan sementara para siswa menyimak. Setelah ditampilkan kepada para siswa, lalu siswa diberikan pengalaman langsung untuk mempraktikkan keterampilan ini sambil dipandu oleh guru. Dalam strategi pengajaran di kelas dapat menerapkan teknik demonstrasi dan latihan atau praktik.
Demikian perancangan media pembelajaran untuk kelas X Jurusan Agribisnis Tanaman Perkebunan di SMK Negeri 1 Tambusai, semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita dalam setiap pembelajaran di sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar